Semiotika Berdasarkan Komponen Semiotik

 


Karya sastra adalah salah satu hasil proses kreatif dari imajinasi atau khayalan pengarang yang menggambarkan kehidupan sehari-hari (Atmajasari, 2014:1). Dalam hal ini, karya sastra dapat menjembatani pembaca dalam mengetahui keadaan atau situasi masyarakat dan lingkungannya. Diana (2016:117) juga menjelaskan jika karya sastra merupakan karangan indah baik dari segi bahasa maupun isinya yang diungkapkan dengan bahasa artistik dan melalui proses imajinatif.

Dalam karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan terdapat pesan yang ditujukan untuk pembaca, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Untuk itu, sastrawan memiliki tanggung jawab dalam menyampaikan pesan yang bermanfaat sehingga dapat dijadikan pembelajaran bagi para pembacanya. Karya sastra menggunakan bahasa-bahasa yang menarik dan mengandung makna. Hal itu dapat dilihat dari penggunaan tanda-tanda yang melambangkan suatu hal yang dapat dikaji dalam ilmu semiotik yang berarti penafsir tanda (Ratna, 2009: 97).

Kajian semiotika mengutamakan karya sastra pada sistem tanda-tanda. Karya sastra yang menyajikan tanda, dapat dilihat dari pemakaian bahasa yang dipakai.  Tanda-tanda tersebut harus diungkap untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Pada saat membaca, seseorang akan memberi kesan dan memaknai dengan cara yang berbeda sesuai pemahaman pembaca tersebut. Akan tetapi, hal tersebut dapat dibatasi oleh pemahaman dalam konvensi bahasa, sastra, dan budaya. Dengan semiotik, pembaca dapat menangkap pesan dalam karya sastra yang tidak dijelaskan pengarang secara langsung. 

 

HAKIKAT SEMIOTIKA

Terdapat cara untuk memahami nilai dan makna yang dituangkan pengarang dalam karya sastra. Salah satunya menggunakan pendekatan semiotik. Dengan pendekatan semiotik, maka nilai dan makna dapat ditelusuri melalui tanda-tanda yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Asriningsari (2010:27) menjelaskan pengertian semiotika yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata semeion berarti tanda. Semiotika ditetapkan sebagai cabang ilmu yang mencakup tanda, mulai dari sistem tanda, dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Sejalan dengan pendapat tersebut, Pradopo (via Diana, 2016:118) mengungkapkan bahwa semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda. Dalam hal ini, tanda memiliki dua aspek berupa penanda (signifier) dan petanda (signified). 

Selain itu, Barliana (via Ningsih, 2021:45) menjelaskan bahwa semiotika merupakan ilmu yang mempelajari jenis, tipologi, struktur, dan hubungan antar tanda yang digunakan masyarakat. Lebih lanjut, Romdhoni (2016: 4) juga menjelaskan makna dari semiotik yang merupakan metode untuk mengkaji cara kerja dan fungsi tanda (sign). Dengan hadirnya semiotika, dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk memahami makna tanda yang melekat dalam karya sastra. 

Pierce (via Ningsih, 2021:46) mengungkapkan tanda sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu. Sesuatu tersebut dapat bersifat nyata melalui suatu proses, mewakili sesuatu yang ada dalam hasil pemerolehan pengetahuan manusia. Menurut Peirce, tanda bukanlah sebuah struktur, melainkan sebuah proses kognitif yang ditangkap oleh pancaindra. Dalam teori Pierce disebutkan sesuatu yang nyata disebut representamen dan suatu kognisi disebut object. Proses hubungan dari representamen ke object disebut semiosis. 

Roland Barthes (via Astika, 2014:15) menjelaskan terdapat lima sistem kode yang mencakupi aspek sintagmatik maupun aspek semantik. Lima kode Roland Barthes tersebut dapat dimanfaatkan untuk menangkap makna yang terdapat di dalam karya sastra dengan beragam penafsiran di masing-masing kodenya. Lima kode itu yang dimaksud adalah kode aksi, kode hermeneutik, kode kultural, kode konotatif, dan kode simbolik.

Pilliang (via Ningsih, 2021:46) menyimpulkan jika terdapat enam prinsip semiotika struktural yang dikembangkan oleh Saussure, yaitu prinsip struktural, prinsip kesatuan (unity), prinsip konvensional (conventional), prinsip sinkronik (synchronic), prinsip representasi (representation), dan prinsip kontinuitas (continuity).

 

KOMPONEN SEMIOTIK

Semiotika merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan penelaahan tanda serta segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda serta proses yang berlaku pada tanda itu sendiri (Zoest via Fitriyah, 2020:11). Dalam semiotika terdapat komponen yang mendasarinya. Setyowati (2017:11) menjabarkan komponen dasar semiotik menjadi tiga bagian, yaitu.

 

a.     Tanda

Tanda adalah perwakilan makna yang hadir secara tersirat dan terwakili (Asriningsari, 2010:19). Selanjutnya, Mudjiyanto (2013:78) juga menjelaskan bahwa tanda merupakan susunan serta hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata manusia, dan hanya dapat dipahami didalam kerangka konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut. Melalui definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanda merupakan sesuatu yang digunakan untuk mewakili sesuatu kenyataan yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang menempatkan tanda itu.  Saussure (via Fitriyah, 2020:12) menyebutkan tiga komponen tanda, sebagai berikut.

·       Tanda (sign) didalamnya terkandung aspek material (suara, huruf, gambar, gerak, bentuk).

·       Penanda (signifier) merupakan aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

·       Petanda (signified) merupakan aspek mental dari bahasa, gambaran mental, pikiran, dan konsep.

Ketiga unsur tersebut harus utuh, jika salah satu unsur hilang, maka tidak ada tanda yang dapat dibicarakan bahkan tidak dapat dibayangkan. Untuk itu, petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh penanda serta, hubungan antara petanda dan penanda disebut hubungan simbolik yang akan menghasilkan makna.

·       Ikon

Ikon merupakan tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan.

·       Indeks

Indeks adalah tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya, atau disebut juga tanda sebagai bukti.

·       Simbol

Simbol adalah tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama.

b.     Kode

Kode merupakan cara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya (Fitriyah, 2020:16). Rahardi (2010: 55) juga menjelaskan bahwa kode merupakan suatu sistem struktur yang penerapan unsurnya memiliki ciri-ciri khas sesuai denga latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur dan situasi yang ada. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan jika kode merupakan tanda yang menggambarkan makna sistem bahasa pada suatu masyarakat. Kode-kode menurut Barthes (via Astika, 2014:15) dibagi menjadi lima kode yakni kode aksi, kode hermeneutik, kode kultural, kode konotatif, dan kode simbolik yang dijabarkan sebagai berikut.

·       Kode Aksi

Kode aksi merupakan kode yang mengatur alur suatu cerita dan menjamin jika teks yang dibaca adalah sebuah cerita, yaitu serangkaian aksi yang saling berkaitan satu sama lain.

·       Kode Hermeneutik

Kode hermeneutik merupakan kode yang mengandung unit-unit tanda yang secara bersama-sama berfungsi untuk mengartikulasikan dengan berbagai cara dialektik pernyataan-respons, yang di dalam prosesnya kesimpulan mengalami penundaan, sehingga menimbulkan semacam teka-teki.

·       Kode Kultural

Kode kultural merupakan kode yang mengatur, membentuk, dan anonim dari pertandaan yang berasal dari pengalaman manusia dan tradisi yang beraneka ragam.

·       Kode Konotatif

Kode konotatif merupakan penanda yang mengarah pada gambaran-gambaran mengenai kondisi psikologi tokoh, suasana atmosferik suatu tempat atau objek tertentu.

·       Kode Simbolik

Kode simbolik merupakan di mana satu ungkapan atau tanda meleburkan dirinya ke dalam berbagai substitusi, keanekaragaman penanda dan referensi sehingga menggiring kita dari satu kemungkinan makna ke kemungkinan lainnya.

c.     Makna 

Makna merupakan persoalan bahasa yang keterkaitan dan keterikatannya dengan segi kehidupan manusia sangat erat. Suwandi dan Sarwiji (2008:20) menjelaskan bahwa makna merupakan konsep yang terdapat dalam sebuah tanda-linguistik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Asriningsari (2010:19) mengungkapkan jika makna adalah pengertian yang dipahami dan dapat ditemukan melalui sebuah tanda. Makna juga dapat dimaknai sebagai sebuah usaha atau ikhtiar untuk memberikan maksud dan hakikat akan sesuatu yang bertujuan untuk melahirkan suatu konsep tersendiri (Astika, 2014:16).

Abdul Chaer (2013:31) membagi makna menjadi beberapa jenis berdasarkan kriteria dan sudut pandang, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan konotatif, makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna idiom dan peribahasa, dan makna kias. Dari beberapa pendapat para ahli mengenai makna, maka dapat disimpulkan jika makna merupakan hubungan antara pikiran dan rujukan di lingkungan kehidupan yang disimbolkan melalui bunyi bahasa seperti kata, frasa atau kalimat.

DAFTAR PUSTAKA

Asriningsari, Ambarini dan Nazla Umaya. 2010. Semiotika Teori dan Aplikasi Pada Karya Sastra. Semarang: UPGRIS PRESS.

Astika, I Made. 2014.  Cerpen “Kisah Pilot Bejo” Karya Budi Darma (Analisis Semiotika Roland Barthes). Journal of Language and Literature. Volume 9, No. 18. Doi: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/PRASI/article/view/8942

Atmajasari, Y. P. 2014. Analisis semiotik dalam cerpen pelajaran mengarang karya seno gumira ajidarma dan rencana pelaksanaan pembelajarannya di sma. Skripsi S1. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Diana, Ana. 2016. Kajian Semiotik Pada Kumpulan Cerpen Sekuntum Mawar di Depan Pintu Karya M. Arman A.Z. Jurnal Pesona. Volume 2, No. 1. Doi: https://ejournal.umpri.ac.id/index.php/pesona/article/view/198

Fitriyah, I. M. 2020. Analisis Komponen Semiotik dalam Generalisasi Matematis Siswa. Skripsi S1. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel: Surabaya.

Mudjiyanto, Bambang dan  Emilsyah Nur. 2013. Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi. Jurnal Penelitian Komunikasi, Informatika, dan Media Massa. Volume 16, No. 1. Doi: https://media.neliti.com/media/publications/222421-semiotics-in-research-method-of-communic-36ff2720.pdf

Ningsih, Tri Wahyu Retno dkk. 2021. Journal of Language and Literature. Volume 9, No 1. Doi: https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/sastra/article/view/3964

Rahardi, Kunjana. 2010. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksidan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Romdhoni, A. (2016). Semiotik: metodologi penelitian. Depok: Literatur Nusantara.

Setyowati, Suci Yongki. 2017. Analisis Semiotik Siswa dalam Pemecahan Masalah Program Linear Dibedakan dari Kemampuan Bahasa.  Skripsi S1. UIN Sunan Ampel: Surabaya.

Suwandi, dan Sarwiji. 2008. Serbalinguistik (Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa). Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.

Tohari, Ahmad. 2013. Senyum Karyamin. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Ketegangan dalam Novel Anda: Tip dan Trik Agar Pembaca Tetap Terpikat

Peran Setting dalam Membangun Atmosfer pada Novel

Gaya Penulisan dan Bahasa dalam Novel: Keunikan dan Pengaruhnya