Kritik Pada Tiga Novel Tersohor




Kritik sastra adalah suatu bentuk penilaian atau analisis terhadap karya sastra, baik itu puisi, prosa fiksi, drama, atau genre lainnya. Tujuan kritik sastra adalah untuk memahami, mengevaluasi, dan memberikan interpretasi terhadap karya sastra tersebut. Kritik sastra berperan penting dalam mengembangkan pemahaman kita tentang karya sastra dan menggali makna yang lebih dalam dari teks-teks sastra. Melalui kritik sastra, kita dapat memperoleh wawasan baru, memperdalam apresiasi kita terhadap sastra, dan memperluas pengetahuan kita tentang berbagai aspek kehidupan manusia yang diungkapkan dalam karya sastra. Berikut terdapat kritik terhadap tiga novel yang terkenal:

1.     Amba – Laksmi Pamuntjak 

Novel ini berlatar di Pulau Jawa dan Pulau Buruh serta bertemakan mengenai maraknya peperangan yang terjadi di Jawa Tengah terutama di Jogja yang dilakukan oleh para anggota tapol pada Orde Baru. Novel ini menceritakan tokoh Amba yang merupakan anak dari seorang kepala sekolah di Kadipura, Jawa Tengah. Saat Amba beranjak dewasa, ia tidak menuruti permintaan ibunya untuk  menikah setelah lulus SMA dan lebih memilih meneruskan studi di UGM dengan mengambil jurusan sastra Inggris. Ibu dan Bapaknya menyetujui keinginan Amba tersebut karena Salwani Munir bekerja sebagai dosen di UGM. Amba ditunangkan dengan Salwani Munir dan mereka berdua merajut kasih. Amba mulai menikmati perannya sebagai mahasiswi dan mulai mencintai sastra sebagai kehidupannya, tetapi di tahun kedua studinya, Salwa harus pergi ke Surabaya untuk urusan pekerjaan. Setelah itu, Amba memutuskan untuk pergi ke Kediri menjadi penerjemah di Rumah Sakit Sono Walujo untuk menerjemahkan dokumen medis berbahasa Inggris. 

Di Rumah Sakit Sono Walujo, Amba bertemu dengan Bhisma Rashad. Bhisma adalah seorang dokter muda lulusan Leipzig, Jerman Timur. Seketika Bhisma hadir dalam kehidupan Amba. Menggetarkan hati Amba dan membuat Amba jatuh cinta. Cinta yang tidak pernah dirasakan Amba kepada Salwa. Bhisma dan Amba pun memadu kasih hingga Amba hamil. Pada tahun 1965, Bhisma ditangkap di Yogyakarta karena dinilai terlibat dengan PKI. Setelah itu, tanpa sepengetahuan Amba, Bhisma dibuang ke Pulau Buru pada tahun 1971. Sejak penangkapan tersebut, Amba pun pergi ke Jakarta dan pada tahun 2006, Amba pergi ke Pulau Buru untuk memastikan bahwa informasi yang telah diterimanya mengenai Bhisma adalah benar. 

Kritik: Novel ini dikemas dengan alur maju lalu mundur. Penokohan sangat jelas dan Laksmi begitu pandai menjelaskan tokoh-tokohnya dan karakternya dari berbagai sisi baik itu lewat gelagat maupun perangai sederhana. Novel ini juga mengandung nilai moral yang baik berhubungan dengan hati nurani, kebebasan, dan tanggung jawab. Dalam novel ini terdapat manfaat yang dapat kita ambil karena novel ini mengajarkan kita bagaimana bertahan dalam menghadapi situasi sulit dan kita bebas mencintai siapapun yang berhak kita cintai tanpa ada paksaan dan kita juga berhak mempertahankannya demi kebahagiaan hidup kita.  

2. Salah Asuhan - Abdoel Moesis

Dalam novel ini terkandung tema mengenai perbedaan adat istiadat dan berlatar tempat di Minagkabau, Betawi, Semarang, dan Surabaya. Novel ini menceritakan Hanafi, yang merupakan laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Dari kecil Hanafi berteman dengan Corrie du Bussee, gadis  Indo-Belanda yang cantik. Karena selalu bersama-sama mereka pun saling mencintai. Tapi cinta mereka tidak dapat disatukan karena perbadaan bangsa. Untuk itu Corrie pun meninggalkan Minangkabau dan pergi ke Betawi untuk menghindar dari Hanafi dan sekaligus untuk meneruskan sekolahnya. Akhirnya ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah untuk membalas budi pada ayah Rapiah yang telah membantu membiayai sekolah Hanafi. Awalnya Hanafi tidak mau tapi dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak mencintai Rapiah, di rumah Rapiah hanya diperlakukan seperti babu. Akhirnya Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak laki-laki yaitu Syafei. 

Suatu Suatu hari Hanafi digigit anjing gila dan ia harus berobat ke Betawi agar lukanya cepat sembuh. Di Betawi, ia dipertemukan dengan Corrie. Di sana Hanafi menikah dengan Corrie dan ia menulis surat untuk ibunya bahwa ia telah menceraikan Rapiah dan menikah dengan Corrie di Betawi. Kehidupan pernikahan Hanafi dengan Corrie ternyata tidak behagia. Corrie dituduh sebagai pelayan laki-laki. Tuduhan itu membuat Corrie pergi meninggalkan Hanafi. Corrie sakit Kolera dan ia meninggal dunia. Hanafi merasa bersalah karena telah membuat Corrie sakit hati dan meninggal. Hanafi yang berkabung akhirnya pulang ke Minangkabau. Tidak kuat menahan sakit, karena memiinum sublimat (racun) akhirnya Hanafi meninggal dunia.  

Kritik: Penggunaan bahasa yang digunakan dalam novel ini cukup indah dan sederhana. Berkisah tentang kesombongan yang berakhir tragis. Nilai moral yang dapat dipetik adalah jangan sombong, jangan hanya mengindahkan dunia, jangan lupakan tentang agama dan kewajiban sebagai umat beragama, setinggi apa pun jabatan dan pendidikan kita. Terdapat pula manfaat yang dapat kita ambil dari novel ini karena mengandung amanat yang baik, yaitu janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri, jikalau ada adat istiadat dari bangsa lain, boleh saja kita menerima tapi harus pandai memilih, yaitu pilihlah adat yang layak dan baik untuk kita terima di negeri kita. 

3.     Azab dan Sengsara – Merari Siregar

Novel ini mengangkat tema mengenai kesengsaraan dua anak manusia karena kasih tak sampai dengan latar Kota Sipirok, Deli, Medan, dan Pulau Berayan. Pada awal cerita, dikisahkan tentang keluarga bangsawan kaya yang memiliki anak bernama Sutan Baringin,yang berperilaku manja, malas, keras kepala, dan angkuh,. Sutan Baringin dikawinkan dengan Nuria, yang sebenarnya tidak mencintai Sutan  Baringin. Mereka dikaruniai anak perempuan bernama Mariamin yang berbudi luhur, taat terhadap agama maupun orang tua, budi bahasanya halus, serta sopan santun. Setelah merangkak remaja, Mariamin jatuh cinta dengan pemuda yang bernama Aminuddin, yang merupakan saudara sepupunya sendiri. Namun percintaan mereka tidak kesampaian karena dihalangi oleh ayah Aminuddin sendiri, dengan alasan Mariamin adalah orang miskin.  

Sebenarnya Ibu Aminuddin setuju, tapi karena suaminya tidak setuju, maka terpaksa dia mengalah pada suaminya. Aminuddin sendiri kemudian kawin dengan perawan pilihan orang tuanya. Setelah menikah, Aminuddin pergi ke Medan. Sedangkan Mariamin sendiri kemudian dikawinkan dengan Kasibun, seorang laki-laki hidung belang dan berperangai jelek, dan sekaligus mempunyai suatu penyakit yang kronis. Perlakuan Kasibun pada Mariamin begitu buruk dan sudah sangat keterlaluan. Akhirnya Mariamin minta cerai. Di pengadilan agama, gugatan cerai Mariamin dikabulkan oleh hakim agama, dan Mariamin pun cerai dengan Kasibun. Dengan hati hancur, Mariamin kembali ke Sipirok, dan di sanalah dia menetap dengan penuh kesengsaraan sampai akhir hayatnya. Sebenarnya tidak hanya Mariamin yang jatuh sengsara harta, jiwa, fisiknya, tapi sekaligus kedua orang tuanya juga jatuh sengsara yang luar biasa.  

Kritik: Novel ini mengangkat konflik zaman dahulu yang masih kental dengan adat istiadat. Bahasa yang digunakan Melayu klasik tetapi masih dapat difahami. Sudut pandang digambarkan bergantian dari setiap tokoh. Alurnya sorot balik terutama saat menceritakan kehidupan ayah Marimin. Dalam novel ini terdapat amanat yang bermanfaat untuk kita, yaitu janganlah bersikap sombong atau menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang percuma atau tidak berguna karena lebih baik uang tersebut diberikan kepada yang lebih membutuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Ketegangan dalam Novel Anda: Tip dan Trik Agar Pembaca Tetap Terpikat

Suntikan Nasionalisme Dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori

Pengaruh Budaya dan Latar Belakang pada Karya Sastrawan