Representasi Asmaraloka Dalam Hujan Bulan Juni

12 Persiapan Musim Hujan yang Penting Dimiliki - Blog ruparupa

 Hujan Bulan Juni

Karya Sapardi Djoko Damono

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

 

tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

 

tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu.

 

Tema dalam puisi Hujan bulan Juni yaitu cinta yang disimpan dan tidak terungkapkan kepada seseorang yang lebih memilih untuk mencintai dalam diam. Hal tersebut dapat dilihat pada bait pertama puisi yang digunakan penulis yang mengarahkan pembaca kepada hal-hal perasaan seorang insan yang dicintainya “tak ada yang lebih tabah, dari hujan bulan juni, dirahasiakannya rintik rindunya, kepada pohon berbunga itu”. Pada bait puisi tersebut penulis menyembunyikan rasa rindunya, rasa cinta yang ditahan dan sengaja tidak diucapkan sampai pada akhirnya membiarkan tidak terucapkan tetap ada dan diserap oleh akar pohon yang berbunga itu.

Diksi yang terdapat dalam puisi ini menggunakan kata-kata yang bernas dan mengatakan kedalaman makna. Bernas maksudnya sangat mencakup. Kata-kata tersebut adalah tabah, bijak, dan arif. Pada baris “Tak ada yang lebih tabah” dalam baris ini, tabah menggambarkan sebuah penantian kepada seseorang yang hanya dengan kekuatan doa, dirinya dapat sabar dan ikhlas. Pada baris “tak ada yang lebih bijak” dan “tak ada yang lebih arif” kata bijak dan arif menggambarkan sosok yang setia menunggu dalam sebuah ketidakpastian semua dirahasiakan bentuk cinta dan rindunya serta menghilangkan semua keraguan dalam diri. Ketulusan perasaan yang ia miliki akhirnya penantiannya berbuah manis, semesta mempersatukan dan ia mendapatkan seseorang yang dinantinya tersebut.

Adapun pengimajian yang ada dalam Hujan Bulan Juni adalah citraan penglihatan (visual imagery) dan citraan pendengaran (auditory imagery). Citraan pengelihatan dapat kita lihat pada baris “Kepada pohon yang berbunga itu”, tampak citraan penglihatan karena dalam bayangan angan pembaca seolah-olah melihat kondisi pohon yang berbunga. Pada baris “dari hujan bulan Juni”, tampak citraan penglihatan karena dalam bayangan angan pembaca seolah-olah melihat turunnya hujan. Pada baris “dihapusnya jejak-jejak kakinya”, tampak citraan penglihatan karena dalam bayangan angan pembaca seolah-olah melihat jejak kaki di jalanan yang sedang dihapus. Terdapat pula citraan pendengaran yang dilekatkan pada bait pertama, lebih tepatnya pada baris “Dirahasiakannya rintik rindunya”, tampak dalam bayangan angan pembaca, seperti mendengar bunyi rintik hujan. 

Dalam puisi ini, bahasa kiasan personifikasi hujan menjadi yang paling dominan karena hujandiibaratkan memiliki sifat tabah, bijak, dan arif seperti manusia. Baris pertama masing-masing bait mengandung Bahasa kiasan personifikasi ini. Selain memiliki sifat seperti manusia, hujan dalam puisi Hujan Bulan Juni diatas juga bertingkah laku seperti manusia dihapusnya jejak-jejak kakinya. Jadi, seolah-olah hujan memiliki kaki. Selain itu, juga bisa menghapus jejak kakinya. Hal yang sama tampak pada dirahasiakan, jadi seolah hujan bisa merahasiakan sesuatu (seperti manusia). 

Terdapat gaya bahasa repetisi pada baris Dari hujan bulan Juni. Ketiga bait puisi tersebut mengandung baris ini di baris keduanya. Selain itu, juga terdapat repetisi pengulangan sebagian baris yaitu tak ada yang lebih. Ketiga bait puisi tersebut mengandung baris ini di baris pertamanya.

Amanat dari puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni mengenai dua insan yang saling mencintai tetapi salah satu insan memiliki keraguan dalam menyampaikannya sehingga cintanya tidak dapat tersampaikan. Jika kita memiliki rasa cinta terhadap seseorang maka ungkapkanlah jangan sampai rasa cinta itu berubah menjadi rasa sedih karena terlambat dalam mengungkapkannya. Kita juga harus memiliki kebesaran hati untuk menahan dan menyembunyikan rasa serta kearifan untuk tidak memaksakan kehendaknya. Dalam puisi ini juga mengingatkan kepada semua manusia untuk memiliki sifat diantaranya ketabahan, kearifan, bijaksana dalam keadaan berat sekalipun.

Pada bait pertama dari penggalam puisi hujan bulan juni terdapat makna mengenai cinta yang tidak dapat diungkapkan oleh seseorang, tetapi orang tersebut tetap sabar meskipun harus memendam rasa. Kesabaran yang mendalam tampak pada penggunaan kata tabah. Pada bait kedua dari penggalan puisi tersebut, tersirat sebuah makna yaitu menghapus keraguan atau prasangka buruk yang timbul di benak hati. Dia membiarkan keadaan menghapus jejak cintanya di jalan kehidupannya karena dia ragu hendak mengucapkannya atau tidak. 

Lalu pada bait terakhir di dalam penggalan puisi tersebut, tersirat sebuah makna dari dua insan yang saling merindu, walau tak terucap antara pohon dan hujan. Akhirnya dia (pecinta) membiarkan yang tak terucapkan tetap ada dan diserap melalui akar pohon yang berbunga. Akhirnya, diserap dan diketahui secara sembunyi-sembunyi (akar tersembunyi di dalam tanah) oleh wanita (pohon berbunga) yang dicintainya.

Pesan yang disampaikan secara keseluruhan, menghadirkan sebuah makna yang berisi tentang seorang pria yang mencintai seorang wanita tetapi tidak bisa menyampaikannya dan ingin menghilangkan keraguan tentang cintanya. Kegigihan untuk menyingkirkan keraguan cinta dari orang yang dicintai dianggap sebagai tindakan "paling bijak" dan "paling arif". Puisi ini seolah-olah mengajarkan bagaimana mencintai seorang wanita dengan tulus dan penuh kasih sayang tanpa harus memilikinya, sebab cinta tak bisa dipaksakan namun cinta dapat dirasakan.

Dalam puisi Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono menggunakan kata-kata yang sederhana dan menggunakan penggambaran alam, yaitu hujan. Sapardi memberikan jiwa pada hujan yang turun. Hujan dalam puisinya itu menjelma menjadi tokoh yang begitu dekat di hati pembaca. Bahkan barangkali dapat menjadi perwakilan dari keadaan diri. Seperti hujan bulan Juni yang merasakan kerinduan atau sebuah perasaan yang tertahan, tersimpan, dan sengaja untuk tidak diucapkan.

Bentuk puisi ini cukup konsisten karena terdiri dari tiga bait dan masing-masing baitnya terdiri dari empat baris. Masing-masing barisnya juga tidak lebih dari sebelas suku kata. Kata-kata yang digunakan dalam puisi ini menggunakan kata yang umum, sederhana, tidak rumit, dan dekat dengan kenyataan yang sebenarnya pada apa yang terjadi hidup ini. Namun, Sapardi dapat merangkainya menjadi indah. Dalam puisi ini, sapardi tidak mengikuti pola-pola penulisan tradisional yang mengutamakan pemenggalan baris, susunan kata dan permainan bunyi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun Ketegangan dalam Novel Anda: Tip dan Trik Agar Pembaca Tetap Terpikat

Peran Setting dalam Membangun Atmosfer pada Novel

Gaya Penulisan dan Bahasa dalam Novel: Keunikan dan Pengaruhnya