Suntikan Nasionalisme Dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori
Dalam novel Laut Bercerita terdapat perspektif baru mengenai banyaknya orang yang hilang itu bukan sekadar angka ataupun omong kosong, tetapi pembuktian bahwa kasus yang terjadi pada diri mereka belum selesai secara menyeluruh. Novel ini juga mengisahkan pejuang keadilan yang hilang dan menguak misteri sejarah yang tidak diajarkan di sekolah sehingga dapat dikatakan novel ini bernilai edukatif. Terdapat pengetahuan sejarah dalam novel ini mengenai rezim Orde Baru yang represif, sejarah pergerakan dalam menegakkan keadilan sosial, dan asas demokrasi.
Novel ini membawa memori ke masa-masa reformasi yang penuh penyiksaan dan kepahitan batin. Pengisahan dalam novel ini merupakan representasi dari peristiwa Orde Baru yang dalam masa itu terdapat penyiksaan, kekerasan, ketidakadilan, dan misteri hilangnya aktivis di masa Orde Baru yang penuh dengan teka-teki. Bahkan, dalam novel ini mengangkat tema yang cukup sensitif mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang pernah terjadi diera Orde Baru, hal ini merupakan bukti dari suramnya Indonesia di masa lalu.
Dengan gaya penceritaan yang santai dan diksi yang sederhana, Leila S. Chudori mengingatkan kembali untuk melawan lupa terhadap perjuangan dan ketidakadilan dinegeri ini. Mereka yang kritis dan rela berjuang menegakkan keadilan dinegeri ini tidak hanya dibatasi dalam bersuara atau pun dibungkam, tetapi sekaligus diberangus dan diculik hingga tak pernah kembali. Penghilangan orang secara paksa dan penembakan orang ditempat merupakan hal yang nyata. Pada era Orde Baru rakyat hidup dengan menderita akibat tekanan yang terus terjadi. Inilah sejarah yang benar-benar terjadi dalam negeri ini. Semoga kisah kelamnya tidak akan terulang kembali di masa kini dan masa depan.
Meskipun novel ini bergenre fiksi sejarah, Leila S. Chudori mampu menghidupkan suasana mencekam yang dialami oleh beberapa tokoh aktivis pada masa Orde Baru terasa nyata. Novel ini ditulis dengan riset yang mendalam. Leila S. Chudori sendiri diketahui sampai mewawancarai beberapa keluarga korban dan aktivis yang berhasil selamat dari peristiwa penculikan 1998. Dengan riset yang telah dilakukannya, Leila S. Chudori berhasil menvisualisasikan setiap karakternya dengan sangat baik dan secara detail sehingga pengisahan dalam novel terasa begitu hidup dan konkret.
Seperti Biru Laut dan kawan-kawannya yang merupakan representasi dari orang-orang yang berusaha menegakkan Hak Asasi Manusia. Mereka merupakan perwujudan dari mahasiswa yang aktif berjuang melawan sikap represif pemerintah Orde Baru. Mereka juga merepresentasikan tuntutan keadilan terhadap hilangnya tiga belas aktivis pada tahun 1998. Para aktivis yang rela bekorban demi negara harus menghadapi akhir yang memilukan serta menyisakan duka yang begitu mendalam oleh orang-orang yang mereka tinggalkan. Keluarga korban masih berharap pemerintah dapat memberikan respon terhadap aksi para aktivis dengan melakukan kegiatan payung hitam setiap hari kamis.
Aksi Payung Hitam bukan hanya sekadar rutinitas yang dilakukan sebagai gugatan dan aksi protes terhadap pemerintah saja. Namun, juga merupakan peringatan untuk tidak membiarkan kehinaan dibiarkan begitu saja tanpa adanya hukuman yang setimpal karena pelanggaran HAM merupakan kejahatan berat. Dalam aksi ini Leila S. Chudori menunjukkan nilai demokratis yang ditujukan kepada pemerintah karena tidak pernah tuntas dalam menyelidiki hilangnya para aktivis.
Fakta sosial yang berkaitan dengan realitas dalam novel ini bukan hanya mengenai Aksi Payung Hitam saja. Akan tetapi, peristiwa Tanam Jagung di Blangguan dan peristiwa Terminal Bungurasih juga merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi di era Orde Baru. Dalam peristiwa Tanam Jagung di Blangguan, anggota Wiratna menunjukkan kepedulian sosial dalam membantu masyarakat Desa Blangguan menanam jagung dengan bermodalkan semangat dan uang pribadi anggota Wiratna. Aksi tanam jagung merupakan perwujudan dari gerakan untuk menolak penggusuran lahan yang dilakukan para tentara.
Biru Laut dan kawan-kawannya juga selalu mendampingi para petani yang lahannya digusur oleh pemerintah. Dalam hal ini terdapat nilai semangat berkebangsaan untuk membantu rakyat dalam memperjuangkan hak yang dimilikinya. Biru Laut beserta seluruh anggota Winatra juga berusaha untuk memperbaiki negeri ini. Mereka yakin masih ada harapan untuk negeri ini kedepannya dapat mengalami kemajuan dan menjadi lebih baik lagi. Inilah gambaran nasionalisme yang tinggi untuk perubahan Indonesia menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Mereka percaya jika Orde Baru akan segera musnah dari negeri ini.
Sikap nasionalime untuk memperbaiki Indonesia ditunjukkan dengan semangat yang membara dari Biru Laut beserta seluruh anggota Winatra yang bersama-sama menggoyahkan masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang hanya mau menerima, tidak mau bekerja, dan selalu putus asa agar mereka mau berpartisipasi untuk memperbaiki negeri yang berantakan ini agar menjadi lebih tertata dan bebas dari korupsi.
Walaupun dihadapkan dengan masalah yang begitu rumit, Biru Laut tetap bertanggung jawab untuk menyelesaikan studinya. Ia tetap berusaha mengerjakan skripsinya hingga akhir. Padahal diwaktu yang sama Biru Laut menjadi buronan. Dalam kondisi yang sulit seperti itu, ia tetap pantang menyerah. Kerja kerasnya selama ini tidak akan ia sia-siakan begitu saja. Biru Laut juga selalu berusaha mendanai organisasinya dengan bekerja di pabrik. Dengan demikianlah sejarah bangsa dan nilai pendidikan karakter yang direpresentasikan menjadi ruh tersendiri bagi novel Laut Bercerita secara keseluruhan.
Novel ini juga mengajarkan banyak hal mengenai arti kehidupan yang sesungguhnya. Salah satunya bagaimana memanusiakan manusia dengan baik. Dari novel ini terdapat pula pembelajaran jika mahasiswa merupakan pahlawan sejati, tanpa mereka kebebasan berpendapat tidak mungkin bisa terjamin seperti sekarang. Aksi yang dilakukan mahasiswa juga dapat dijadikan sebagai peringatan terhadap pemerintah jika ada sesuatu yang salah dengan kebijakan yang diberlakukan.
Komentar
Posting Komentar